Askhole



Ditulis malam pertama untuk pemusnahan total para oponen, para despot yang membangun mimpi tentang dunia yang feminim akan kasih sayang tanpa alasan
Aku jawab tantangan itu gelap dengan hunusan pedang kosa kata, bagi para sponsor pembangunan altar detasemen dua angka delapan yang mendoktrin wanita agar memilih uang dibanding tenang
Dengan prosa yang bernafas dalam,  mereka membangun bangunan yang kalian rancang untuk pengendali uang demi kenikmatan dibawah panik.


Matahari terlalu pagi mengkhianati
Pena terlalu cepat terbakar
Kemungkinan terbesar sekarang, memperbesar kemungkinan pada ruang ketidakmungkinan dalam segelas kopi hitam, dan harapan bahwa F bisa aku miliki, sehingga aku tidak menemukan lagi satupun sudut kemungkinan untuk berkata tidak mungkin
Tanpa darah kita mengering, begitupun cinta seirama air pengisi asupan gizi bagi rasa dan logika.


Sebelum mata pena berkarat dan menolak kembali terisi
Sebelum semua jantung disesaki tragedi dan pengulangan rasa menemukan maknanya sendiri
Atau mungkin dalam limbah dan kotoran bekas cinta yang di buang
Atau mungkin karat karna tak pernah terisi satupun kesempatan dari cinta


Aku pernah belajar untuk menantang awan
Menantang langit dengan kata-kata murka karna ketidakpastian
Hingga hari-hari penghabisan
Tanpa pretense apapun untuk mengharapkan cinta yang bergerak lamban


Serupa kepastian, serupa asuransi
Serupa janji yang memprediksi dimana F saat tidur dipelukanku suatu hari nanti
Sehingga semua pernyataan terungkap bahwa aku hanya bermimpi.

August 10th 2015,  Ahmad Saval
Share:

Youniverse



Aku akan menjadi kopimu,

yang rela mengendap sebagai kepedihanmu

yang sabar menghangatkan kesedihanmu.

Biarkan harum tubuhku, menenangkan jiwamu.




Aku kopi pahit, yang kau seduh dengan cinta.



Segala yang pahit, bukanlah untuk menunda sakit.

Sebab kita hidup untuk berbagi kebahagiaan.

Lalu kau pandangi aku, yang pulas dalam cemas.



Aku kopi pahit, yang belajar menatap dunia

dengan senyumanmu.



Aku akan selalu mengingat pagi bening

suara cangkir berdenting dalam hening

gemericik air dituang, juga ciuman lembut

yang membangunkanku dari perasaan sia-sia.



Kita pernah berteka-teki:

dari apakah terbuat sebiji kopi ini?

“Dari airmata,” katamu, “yang ketika jatuh,

tak pernah merasa kehilangan apa-apa.”



Ia yang rela tak terikat pada yang fana.



Maka, ketika airmatamu jatuh, pagi itu

yang tak tertampung oleh hatimu

biarlah tertampung dalam secangkir kopi.



Kau tahu, cintaku, dalam secangkir kopi

kesedihan tak membutuhkan pelukan.

Biarkan jeritmu yang tertahan

mengendap dalam gelas kehidupan.



Tidurlah kau setenang pagi. Tidurlah, lagi.



Aku kopi pahit

Biarlah seluruh kesedihanmu yang hitam

Menjadi jubahku.
Share: