Bad Time Report


Mata ku terpejam. Dalam keterpejaman itu aku mandapati visual-visual yang indah. Bentuk-bentuk bergerak yang tidak ku temui di dunia mana pun. Bentuk-bentuk itu dapat aku raba, entah dengan apa. Mereka menyampaikan pesan. Pesan-pesan abstrak yang saat ini telah hilang maknanya. Ada juga warna-warna di luar kemampuan mata Warna-warna itu bisa aku dengar, entah dengan apa. Suaranya seperti rasa dingin dan hangat yang komposisinya tepat. Nyaman luar biasa. 
    Tapi semuanya berubah menjadi menyeramkan. Aku takut. Benar-benar takut. Tiba-tiba saja segala konsep hilang dari diriku. Aku kehilangan konsep hidup. "Apa itu hidup?" Aku kehilangan konsep mati. "Apa itu mati?" Aku kehilangan konsep ada "Apa itu ada?" Aku hanya sadar ketika semua hal hilang. I'm nothing but a consciousness. Yang aku sadari hanyalah kesadaran itu sendiri Yang aku miliki hanya kesadaran itu sendiri. Setengah mati aku berusaha menjaga kesadaran ku. Aku yakin (tidak, pikiran ku yang meyakinkan ku) jika kesadaran ku hilang maka ketika itu keberadaan ku ikut hilang. Maka aku terus bicara. Bicara tentang banyak hal, untuk menjaga kesadaran dan keberadaan ku.
    Pada kenyataannya aku memang sedang berbicara dengan seorang teman, tapi pikiran ku selalu mempertanyakan kenyataan itu. "Apakah aku sedang berbicara dengan teman ku?" atau "Apakah aku sedang berbicara sendiri?" atau "Apakah teman ku itu adalah realitas atau hanya halusinasi ku?" Sulit membedakan antara realitas dan halusinasi. Dan, lagi-lagi sesuatu dalam diriku membuat ku meragu "Apakah halusinasi itu, bukankah ia adalah realitas yang lebih luas?" Lalu aku benci sesuatu itu. "Benci? apa itu benci?". Fuck you.
      Puncaknya, aku seperti terjebak. Terjebak dalam waktu. Moment of eternity. Bagian ini yang paling aku benci dari ini. Waktu seperti berhenti dan lupa caranya kembali berjalan. Pada bagian ini memory dalam otak ku seperti diperbaharui. Ingatan-ingatan yang mulai pudar dipertebal kembali. Mengingat sama seperti menonton sebuah video dalam kualitas 4K. Semua begitu jelas dan nyata, saking jelasnya, aku jadi kesulitan menconvert ingatan-ingatan itu ke dalam kata-kata. Tapi bukan itu masalah besarnya. Mengingat adalah baik, bagi ku dan bagi banyak orang. Yang benar-benar salah adalah ketika aku kehilangan konsep "esok" dan "nanti". Waktu bagi ku seperti dibekukan. Ia berhenti ditempat yang tidak seharusnya. Aku tidak lagi punya konsep "masa depan". Tidak sedetik pun. Saat itu adalah sesuatu yang diam dan akan terus begitu. Aku hanya bisa mengingat yang lalu-lalu. Aku tidak punya harapan, tidak juga pengandaian. Waktu terhenti dan aku abadi dalam keterhentiannya itu. 
    
Jakarta, Mei 17th. Pukul: akhir waktu...


A. Saval
Share:

Bahasa



Ahli sastra menari tanpa musik
Ahli musik menari tanpa kata

Rupanya musik dan kata adalah bahasa
Manusia menari dengan bahasa.


          Bahasa bukan sekedar komunikasi antar manusia, bahasa bukan sekedar kultur suatu bangsa, suku atau negara. Bahasa menceritakan lebih dari itu, cerita yang lebih kompleks dari hal kecil bernama kata-kata.
Bahasa bagiku bisa berbentuk angin yang menceritakan perjalanan jauh melewati bagian bumi paling barat untuk berlayar ketimur. Bahasa juga dapat menjadi sebuah karang berumur ribuan tahun yang menjadi prasasti lahirnya kehidupan baru di muka bumi.


        Sebagian orang menganggap bahasa bagian dari satu kelompok, "ini punya gue, bukan lu, gue pakai ini sejak nenek moyang gue masih gaul", sebagian lagi mengkotakkan bahasa ke berbagai jenis mahluk hidup tergantung bentuk dan coraknya.


         Bahasa selalu punya banyak warna, kadang ia juga bersembunyi dalam kegelapan, ingin di jeguk dan di rasakan sebagaimana pelukan hangat seorang kekasih. Bahkan diam adalah sebuah bahasa, gerakan tubuh dan tatapan wajah bisa menceritakan lebih dari pada bahasa yang diucapkan bibir.

    
          Bahasa selalu punya kata, ia memainkan perannya sendiri dalam perbincangan, entah berat atau singkat. Ia selalu menceritakan sesuatu yang kita ingikan, Selalu menceritakan apa yang kita ungkapkan, kita hanya terlalu tuli untuk mendengar, terlalu buta untuk melihat, bahkan terlalu bisu untuk membalas pesan tersebut.


         Bahasa layaknya sebuah gula, memberi rasa manis pada setiap racikan. Dan disitulah sederhananya gula seberapa banyak gula yang tercampur dalam segelas kopi, ia masih dikatakan kopi. Sederhana dalam kata meskipun sangat bermanfaat bagi cita rasa.
Share:

Waktu Yang Terbuang



Betapa mengerikannya masa itu..
Masa dimana kita hidup dalam kebodohan, tidak mampu membedakan realitas dan bayang2. Kita terjebak dalam ruang hampa, diantara dunia dan surga. Dan kita menikmati setiap detik, semua kemungkinan bahwa salah satu diantara kita, entah yang mana, pergi duluan.
Tapi pada satu titik aku berontak. Alam bawah sadarku tidak bisa menerima ini terlalu dalam. Aku harus pergi. Dan kau tertawa, mengejekku. Mengatakan bahwa apa yang kulakukan sia2 dan aku akan kembali padamu. "Selamat datang, orang yang kalah.." begitu katamu.
Aku tidak pernah kalah. Aku bahkan tidak pernah mengunjungimu, meski kadang aku bisa begitu rindu.
Is it all just wasted time
Can you look at yourself
When you think of what
You left behind.
Sampai satu waktu kudengar, engkaulah yang kalah. Tubuhmu menyerah. Engkau memaksakan batasnya. Emtah dimana kau sekarang. Aku bahkan tidak tahu dimana tempatmu ditidurkan.
Maafkan aku yang tidak pernah datang disaat engkau mencariku.
I never thought you'd let it get this far, boy..
Share:

Amanda



Namanya Amanda. 
Senyumnya habis dihisap masa. Mempunyai tattoo sepasang malaikat di punggungnya. Dan juga di tangan sebelah kanannya yang bertuliskan bahasa meksiko 'Luxeat Lux Vestra' yang entah apa artinya. 

Namanya Amanda. 
Sejak kecil aku sudah mengenalnya, hingga kini dia tlah tumbuh dewasa. Dan sial sekali aku harus membuntutinya sepanjang hidup. Dari orok hingga dia mencandu arak. Hidupnya penuh dengan drama romansa, kisah cinta yang nyaris tak pernah sempurna, hingga imbasnya kini hatinya memar-memar penuh luka.

Namanya Amanda.
Terkadang dia diam dipeluk luka. Terkadang dia berbicara pada botol bir yang menjelma sahabat lama. Terkadang dia menatap pada kamar kosong yang kurang penghuninya. Terkadang dia merindukan pelukan seorang Ayah. Terkadang dia luka, terkadang dia juga gila, terkadang dia serupa malaikat yang diliputi cahaya.

Namanya Amanda.
Yang dia tahu hanya dirinya sendiri yang menari dalam masa lalu yang tak pernah indah. Dia raja bagi dirinya sendiri, bagi hatinya sendiri, bagi kerajaan alkohol dan kesatria puntung rokok yang mengabdi pada asbak di atas meja.

Namanya Amanda.
Wanita gagal move on, yang patah arah.


Untuk Amanda, yang sulit untuk melangkah, semoga Tuhan menyertaimu dalam doa.


Ahmad, 17 januari 2016
Share: